Sang Pemula

Tuesday, September 05, 2006

Pemanggilan

Di hadapan layar monitor komputer, Sang Pemula (SP) masih sibuk memainkan jari-jarinya di keyboard yang sudah mulai hilang huruf-hurufnya. Beberapa huruf yang mengalami salah ketik dicek semuanya dan akhirnya semuanya clear. "Ah, selesai juga akhirnya. Empat berita dalam waktu dua jam, lumayan cepat," pikir SP.
Tiba-tiba nada panggil dari HP berbunyi. Di layar HP yang berwarna gradasi hitam putih keluar angka dengan kode area 0271. "Pasti bos, paling listing," pikir SP yang kerja jadi jurnalis di sebuah media lokal. "Bantuan rumah darurat, lintas praja, bantuan Cuba Rp 15 miliar dan vaksinasi antitetaus, bos," kata SP kepada bosnya.
"Sip, lintasnya udah kan. Iya tadi ada pesen, nanti setelah kirim selesai, kamu ke kantor ya, Redpel nyari kamu. Katanya ada yang perlu diomongkan," sahut bosnya SP.
SP langsung jawab iya-iya dan komunikasi jarak jauh dengan media telepon seluler terputus sudah. SP mulai bingung, ada apa, kok tumbel Redpel memanggil. Jangan-jangan ada masalah dengan kinerjaku. SP langsung ingat pesan Redpel beberapa bulan yang lalu saat teman satu angkatan di tempat dia bekerja keluar. "Komunikasikan segala sesuatu. Kalau ada apa-apa datang ke tempat saya. Daripada saya panggil berarti ada apa-apa yang harus saya bicarakan," kata Redpel waktu itu.
"Ah, pemanggilan itu akhirnya datang juga. Tapi apa masalahnya. Aku pikir selama ini kinerjaku oke-oke aja. Bosku juga tidak ada komplain. Bahkan belum lama ini aku terima bonus dari kantor karena kinerjaku masuk kategori sangat baik sekali," pikir SP.
Sembilan bulan sudah SP meniti karier menjadi seorang jurnalis dan kini sebuah pemanggilan datang kepada dirinya. Bagi, SP pemanggilan ini bukanlah hal yang biasa-biasa saja, karena tidak mungkin seorang Redpel memanggil wartawan jika tidak ada urusan yang penting. Kalau redaktur atau redaktur muda memanggil wartawannya untuk koordinasi atau evaluasi atau bertukar pikiran soal berita itu baru hal yang wajar. Selain itu, selama ini SP tinggal di luar kota dan selalu mengirimkan berita lewat email jadi pemanggilan seorang diri seorang Redpel merupakan suatu hal yang luar biasa baginya.
Lamunan SP soal pemanggilan langsung buyar saat teman satu kosnya bertanya dari luar. "Sang, belum kirim tho, udah jam 1/2 4 lho," kata teman kosnya SP.
Teriakan itu langsung membawa SP dalam sebuah kesibukan sesaat, mengcopy berita dan foto ke flashdisk, mengambil kaos dan celana dalam untuk ganti. "Siapa tahu nanti aku sampai malam dan aku harus menginap di sana, bawa ganti sekalian," pikir SP.
Ketika semuanya sudah beres, SP langsung membawa lari sepeda motor bututnya ke arah warnet langganannya. Tas pungung yang sehari-hari dibawa semakin terasa lebih berat saat pakaian ganti hingga peralatan mandi dan kosmetik memenuhi tas punggung merk The North Face SP. Belum lagi, barang bawaan yang merupakan senjata kerjanya dari blocknote, peta hingga air mineral. Satu tas lainnya juga melingkar di tubuh SP, tas ini juga selalu ada saat SP pergi kemana saja, tas yang berisi kamera digital yang dibeli dari gaji kerja selama beberapa bulan.
Pengiriman berita via email berakhir sudah dan tanpa banyak kendala SP langsung hanyut di atas sepeda motornya ke arah utara tempat kosnya dan menuju kantor kerjanya yang berjarah sekitar 70 Km dari kosnya. Tak ada yang spesial selama perjalanan itu, namun SP tidak memacu kencang kendaraannya. Tidak seperti SP saat kejar-kejaran untuk mengejar sebuah fakta. Perjalanan yang biasanya dapat ditempuh satu jam, jadi molor hingga satu setengah jam karena laju kendaraan hanya berjalan sekitar 50-60/km/jam. Belum lagi ramainya jalan sore itu membuat SP seakan melakukan perjalanan jauh.
Setelah pantat SP terasa panas dan punggung pegal-pegal karena melakukan perjalanan yang lumayan jauh, papan nama media tempat SP kerja akhirnya sudah di depan mata. Tidak ingin langsung masuk kantor, SP menghentikan kendaraanya di sebuah angkringan di depan kantor tiga lantai tersebut. "Makan dulu aja, dari tadi pagi aku belum makan, toh jika aku sudah masuk pasti makananya jadi telat," pikir SP.
Tiga bungkus nasi angkring, satu tusuk sate ati, dua gorengan ditambah segelas jeruk panas sudah memenuhi rongga-rongga perut SP yang kosong sedari tadi. Rokok kesukaan SP, Djarum Super yang dibeli batangan kini sudah dalam genggaman. "Tak perlu tergesa-gesa, paling dia baru mau ditemu setelah rapat jam 1/2 7 malam," pikir SP.
Sambil menghisap rokok dalam-dalam SP membayar makanan yang kini telah bercampur aduk di dalam lambungnya dan sedang disemprot berbagai enzim di tempat itu. "Rp4.000 aja Mas. Murah tho," kata penjual angkringan. "Murah kok pak. Makanya saya beli di warung Anda. Kalau mahal, saya pasti tidak akan ke sini," jawab SP di dalam hati.
Beduk magrib telah berlalu beberapa waktu yang lalu dan saat ini SP sudah berada di lantai tiga gedung kantor tempatnya bekerja. Dulu, ketika SP tiap hari ngantor, dirinya tidak pernah meninggalkan ritual sucinya dengan merokok di balkon lantai tiga kantor ini. Dalam setengah jam saja, tiga batang rokok sudah habis dan kini rokok ke empat sudah ditangannya. Namun, niat itu diurungkan karena jam sudah menunjukkan pukul 7 dan kemungkinan rapat malam telah usah.
Dan benar saja. saat SP masuk kantor redaksi di lantai dua, Sang Redpel tengah melihat beberapa layout koran untuk besok pagi. Begitu muka SP muncul, Redpel langsung mengajaknya ke kantor. Detak jantung semakin mendebarkan. "Jangan...jangan...berakhir sudah karierku di sini," kata-kata itulah yang selalu mengelayuti pikiran.
Tanpa basa-basi, Redpel langsung ke inti masalah. "Saya dapat kabar kalau kuliahmu belum selesai-selesai. Padahal, kamu sudah ditugaskan di daerah yang dekat kampusmu," tanya dia. "Ah, rupanya soal kuliah," jawab SP dalam hati. Benar saja, udah 9 bulan terakhir kata-kata kuliah, kampus, skripsi hilang dalam pikiran SP. Yang ada adalah news, isu, liputan, wawancara, deadline hingga listing. "Iya, tapi saya usahakan Desember besok lulus," jawab SP dengan sedikit gentar. Dia mengatakan hal tersebut dengan agak ragu-ragu. "Duh, mampu nggak ya, aku lulus Desember mendatang," pikirnya.
"Udah itu saja yang saya tanyakan, jangan sampai kamu lupa kuliah. Kerja lancar dan kuliah juga selesai. Kami juga punya tanggungjawab untuk itu," kata dia.
"Terima kasih," jawab SP sambil meninggalkan ruangan Redpel.
Aduh, masalah kuliah...kuliah dan kuliah. "Ah aku lelah sekali hari ini. Tubuh dan pikiranku ingin cepat istirahat," pikir SP sambil meninggalkan kantor tempatnya bekerja.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home