Sang Pemula

Monday, April 23, 2007

Sukses, SMS & Sarjana Sosialis

Pesan singkat (sms) dari seorang kawan, membuka pagi yang cerah saat pakaian toga malah bikin gerah badan saja, saat dasi kupu-kupu seperti mencekik leher dan saat seremoni perwisudaan malah seperti acara arisan.
Bejibun sms memang masuk di Ponselku pagi itu dan semuanya ada kata saktinya “Selamat” atau “Semoga Sukses”, tapi masalahnya kalau tidak sukses gimana? Terlalu sering rasanya aku mendengar kata “Semoga Sukses” dan masalah yang muncul berikutnya adalah kalau tidak sukses gimana?, seperti pernah ditulis Seno Gumira Ajidarma (SGA) dalam buku Affair.
Bukan maksud aku menganggap remeh dan enteng serta mengesampingkan perhatian kawan dan rekan saat memberi ucapan selamat, namun aku pikir hidup tak selamanya harus sukses, termasuk pula diriku saat dan setelah diwisuda. Bukankah tiap orang punya kadar dan ukuran sendiri-sendiri soal kesuksesan.
Dari puluhan sms yang masuk, aku terkesan sama sms seorang kawan yang lebih dulu “sukses” diwisuda. Sekali lagi aku harus bilang, bahwa bukannya sms dari kawan-kawanku yang lainnya tidak berkesan atau tidak berarti, tapi aku harus jujur bahwa sms kawanku yang satu ini, tidak hanya berkesan tapi juga memberi arti. Ini smsnya: Selamat, akhirnya resmi juga menjadi S.Sos, Sarjana Sosialis.
Aku hanya bisa tersenyum getir saat sms itu ku baca. Bagaimana tidak aku tersenyum getir membaca sms itu, lha kapitalisme sedang berkuasa, Bung! Dan terasa lebih getir lagi saat para sarjana baru seperti aku ini dipaksa dan terpaksa harus masuk ke dalam lubang kapitalisme. So, bisa jadi Sarjana Sosialis, hanya utopia belaka.
Jaring-jaring kapitalisme sepertinya begitu kuat mencengkram dunia ini dan seperti enggan mengurangi jeratannya bagi para korban barunya, sarjana yang baru aja diwisuda. Semuanya tersilaukan oleh “cahaya terang” kapitalisme, termasuk juga aku, kini.
Sarjana yang baru saja melepas toga seakan tidak ada kesempatan untuk memilih, setelah semua jerat kapitalisme terlalu berkuasa. Memang, masih ada pilihan untuk tidak masuk ke dalam jerat kapitalisme, namun “Apa kata dunia”* terhadap orang seperti itu, mungkin ucapan seperti ini yang akan terdengar “Ah orang gila, cari sensasi saja. Diajak sukses kok tidak mau”.
Begitu haibatnya kapitalisme hingga ukuran kesuksesan pun telah diciptakannya. Mobil BMW, setelan jas dan dasi, sepatu hak tinggi untuk perempuan hingga gaya makan di fastfood atau juga wangi parfum bikinan Italy atau Prancis. Tanpa itu semua, bisa jadi manusia kini tidak dianggap sukses. Kalau semua manusia sukses meraihnya mungkin tak ada masalah, tapi kalau tidak sukses bagaimana? Bahkan, jika dihitung bisa jadi manusia sukses ala kapitalisme lebih sedikit dari mereka yang terkena cap “tidak sukses”.
Hingga kini, aku percaya bahwa sukses hidup yang ada saat ini tak sepenuhnya benar adanya karena aku masih percaya bahwa setiap orang memiliki patokan dan ukuran tersendiri dalam melihat kesuksesan. Setiap orang masih punya mata dalam merasakan kesuksesan. Sukses bagi aku belum tentu sukses bagi kamu, begitu juga sebaliknya. Atau lebih baik para sarjana yang baru saja mendapat ijazah ramai-ramai bilang “Aku tidak ingin sukses saja, sukses ala mereka, aku ingin sukses ala diriku.”
Sarjana Sosialis, kata kawanku, masih saja mengganjal dalam pikiran, akankah itu semua menjadi kenyataan atau hanya menjadi impian saat tidur semata, aku tak tahu.

* kata-kata yang sering diucapkan Naga Bonar (Deddy Mizwar) dalam film Naga Bonar dan Naga Bonar Jadi 2.


NB. Bung Kriwil mau kredit mobil BMW, biar dianggap sukses.

Sunday, April 22, 2007

Pecundang

Aku pecundang
Kamu pecundang
Manusia pecundang
Kita semua pecundang

Aku hanya tulang belulang
Kamupun tak lebih dari itu
Manusia hanya tulang belulang
Kita semua tak lebih dari itu

Dunia menciptakan pecundang
Aku, kamu, manusia, kita semua
Tulang belulang yang dipecundangi
Dipercundangi dan mempercundangi

Semua…semua…semuanya
Buat pecundang kayak gue
Life suck…rock n roll…yeah…*

Dialog dalam film Realita Cinta dan Rock N Roll


NB. Bung Kriwil punya cita-cita, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga, biar ndak jadi pecundang.

DUNIA INI

Aku bilang ini adalah cita-cita. Kawanku bilang ini cita-cita. Aku bilang ini adalah impian. Kawanku bilang ini adalah rutinitas. Duniaku dan dunia kawanku memang sama, dunia ini. Hanya tempat yang membuat aku dan kawanku berbeda, namun selebihnya sama, dunia ini.
Sejak dulu aku punya cita-cita aku bakalan berada di dunia ini. Kawankupun juga. Aku mengejarnya, kawankupun tak mau ketinggalan. Aku mencoba miniti jalan menuju dunia ini, begitupula dengan kawanku.
Akhirnya aku tiba di dunia ini. Kawanku juga telah berada di dunia ini. Semuanya sama, hanya tempat yang membuat aku dan kawanku berbeda, namun pada initinya sama, dunia ini.
Aku sempat berpisah dengan dunia ini. Itu juga yang sempat dialami kawanku. Aku harus pergi menuju dunia yang lainnya. Kawanku lebih dulu kembali lagi di dunia ini, hanya saja beda tempatnya. Sekarang aku kembali lagi di dunia ini, dunia yang dulu sempat aku injak, dunia yang dulu pernah aku rasa, dunia yang penuh cita, dunia yang membawa aku dari mimpi menjadi nyata. Aku kembali ke dunia ini dengan tempat yang sama, kawanku di tempat yang berbeda.
Aku masih bilang dunia ini adalah cita dan impian. Kawanku bilang dunia ini adalah cita dan rutinitas. Aku dan kawanku memang berbeda walaupun kami hidup dalam dunia yang sama, dunia ini, dunia yang menjadi cita-cita aku dan kawanku.
Namun, aku dan kawanku sependapat bahwa kami sama-sama teralienasi. Aku jadi ingat kawanku yang lainnya di dunia ini, dia bilang dunia ini menjadikan dirinya teralienasi. Aku tak bisa berkata, aku hanya membenarkannya karena aku juga merasakannya, aku, kawanku, kawanku yang lainnya merasakan hal yang sama, alienasi.
Aku masih berpikir dunia ini adalah impian. Kawanku tetap bilang dunia ini adalah rutinitas belaka. Katanya masih ada impian mendatang yang lebih dari dunia ini. Aku rasa kawanku ini ada benarnya juga. Aku malah bimbang, dunia ini impian atau hanya rutinitas belaka. Aku letih setelah seharian berada di dunia ini.

NB. Bung Kriwil lagi baca buku Kapital-nya Karl Marx, katanya dunia ini menjadi sumber atas segala sumber atas alienasi.

Fatamorgana

Melihat air, dahaga hilang seketika
Memandang bulan, serasa terbang ke awan
Menyambut pagi, kehidupan terus menari
Memeluk senja…merah…merah menyala

Menatap cinta, kasih jauh di pelupuk mata
Sinar bintang, membawa hidup terbang melayang
Ramai kota, hanya sampah belaka
Sepi desa, kehidupan surga

Mata tertipu, hati membatu
Mulut membeku, rasa ini kelu
Teriakan…teriakan semu

Malu…malu…
Hantu…hantu…
Palsu…palsu…


NB. Bung Kriwil jadi juragan kaos oblong di Malioboro, dagang Dagadu Palsu.

Aku (Masih) Ingin Jatuh Cinta

“Cinta itu bisa nyenengin banget, tapi juga bisa sangat nyakitin”, kata itu terucap dari bibir Sandra (Nadine Chandrawinata) kepada Ipang (Vino G Bastian) dalam film Realita Cinta dan Rock n Roll.
Aku kira apa yang diucapkan Sandra ada benarnya juga, bahkan mungkin juga banyak benarnya. Bukan karena cakepnya Nadine saat memerankan Sandra, tapi soal cinta yang nyenengin dan nyakitin terlalu sering aku dengar dari banyak orang.
Aku jadi berpikir, mengapa masih banyak orang yang ingin jatuh cinta? Mungkin mereka pikir dengan cinta, mereka bisa senang, tapi bukankah cinta juga bisa nyakitin. Aku tak tahu, toh setiap orang punya alasan sendiri-sendiri, mengapa dia jatuh cinta.
Kalau dipikir-pikir, proses jatuh cinta hingga akhirnya cinta itu menjadi nyata, butuh waktu yang lama juga. Dari mencari, menyaring, memproses, mendekati, mengukuhkan cinta, bahkan ada juga yang dibumbui adegan ranjang segala. Soal adegan ranjang terserah kalian saja yang menilainya, kalaupun iya jangan lupa pakai kondom ya.
Proses panjang itu, kadang bisa mulus kadang juga penuh jurang menganga hingga kandas di tengah jalan. Kalau yang mulus mungkin sekarang sudah merasakan nyeneginnya dan nyakitinnya cinta. Kalau yang kandas mungkin belum juga merasakannya semuanya, termasuk juga yang adegan ranjang itu.
Tapi aku pikir orang-orang itu banyak nekadnya, sudah kandas eh masih coba-coba juga, lagi-lagi jatuh cinta. Kadang mulus kadang kandas, yang mulus bisa rasakan nyenengin dan nyakitinnya cinta, yang kandas coba lagi. Atau yang tadinya mulus jadi kandang di tengah jalan dan coba lagi dari awal. Begitu seterusnya.
Aku tak tahu yang dirasakan orang-orang tentang jatuh cinta, namun yang ku tahu bahwa aku telah lama tak merasakannya. Atau aku kini sedang ingin jatuh cinta?


NB. Bung Kriwil berpesan, hati-hati bermain perasaan, kadang bisa menipu lho.