Sang Pemula

Tuesday, June 27, 2006

27 Juni 2006 Pukul 05.57 WIB

27 Juni 2006 pukul 05.57 WIB, tepat satu bulan yang lalu ribuan orang mati, ratusan ribuan orang terluka, ratusan ribu rumah roboh, ribuan anak-anak sekolah kehilangan sekolah, ribuan orang menangis untuk Jogja dan Jateng...
Semuanya seakan tidak nyata, pagi hari yang masih buta, saat anak-anak sekolah masih sibuk hendak berangkat menuntut ilmu, ibu2 berkutat di dapur, dan sang ayah masih sibuk membolak-balik halaman koran dan sebuah goncangan tiba-tiba menghantam. Mimpi indah pagi hari seakan buyar begitu saja...Kata banyak orang ini sebuah peringatan dari Tuhan, kata banyak orang juga ini merupakan bukti Tuhan masih cinta Jogja dan Jateng, tidak jelas yang mana yang benar, yang jelas sebuah fenomena alam sedang terjadi...
Satu bulan sudah, kejadian itu terjadi, satu bulan sudah mayat-mayat yang mati berada di dalam kubur, satu bulan sudah ribuan siswa sekolah di tenda darurat, satu bulan sudah ratusan ribun korban gempa bumi tinggal di tenda dan satu bulan sudah bantuan itu terus mengalir...
Semuanya seakan berjalan begitu cepat, evakuasi korban, ancaman kelaparan, keracunan bantuan, hilangnya kekuatan dan kacaunya bantuan...Semuanya berjalan dengan begitu cepat...
Kini, satu bulan sudah, semuanya telah kembali...yang mati telah "kembali", yang sakit telah kembali sehat, yang memberikan bantuan juga telah kembali, Tapi semuanya belum kembali...
Rumah-rumah belum kembali, hangatnya pelukan keluarga juga belum kembali, nikmatnya sekolah di sebuah bangunan yang nyaman juga belum kembali dan psikis apalagi...
Tapi, semuanya yang diharapkan telah kembali, harapan masa depan kembali ke masa lalu, harapan bantuan telah kembali juga, dan kalian pejabat pemerintah, ah kalian juga telah kembali ke kursi empuk kalian...
Semuanya seakan seperti angin, saat datang banyak yang ribut, tetapi saat semuanya hilang, hilang juga kalian semua...
satu bulan yang lalu, satu bulan ke depan, dua bulan ke depan, dua bulan yang lalu, satu tahun ke depan, satu tahun yang lalu, semuanya berjalan dan berhembus seperti angin...

Thursday, June 22, 2006

KALAHKAH AKU?

Kata banyak orang, hidup harus kompromi. Kata mereka juga tanpa kompromi orang bisa mati. Masih juga kata mereka kompromi bukanlah suatu kekalahan. Lalu dimana idealisme diri ini berada? Dimana seseorang bisa berdiri menjadi dirinya sediri? Dimana juga seseorang bisa merasakan dan melakukan segala keinginannya tanpa kompromi?
Ya, kompromi tak ubahnya sebuah tawar menawar. Kompromi politikus di dalam hotel bintang lima tidak ada bedanya dengan tawar menawar pedagang dan pembeli di pasar tradisional yang kumuh. Semuanya sama, mempertahankan "sebagian" idealisme dan tetap memuaskan orang lain. Ya, sebagian idealisme kalau masih ada idealisme dimata politikus. Ya, sebagian idealisme jika itu masih ada idealisme dihati pedagang yang tidak mau curang.
Hati bisa membatu, perasaan bisa mengeras, kekokohan pendapat bisa tak terbantahkan, otak bisa menolak keadaan, dan semangat bisa revolusioner, tapi mungkinkah keadaan mendukungnya? Di sebuah tempat yang namanya birokrasi, mungkin semuanya telah tiada, tiada idealisme, tiada hati yang mengeras, tidak mungkin pula semangat revolusioner!!!
Di sebuat tempat yang katanya kumpulan orang intelek, orang-orang idealis, orang-orang kritis, kalian jurnalis, akhirnya kompromi itu merasuki juga. Bukan, tidak mau orang itu tetap idealis, tetapi kompromi dengan keadaan. Ketakutan akan pemecatan, keresahan kehilangan pekerjaan, kelemahan posisi dan akhirnya tinggal menyisakan sedikit idealisme dan memperbanyak kompromi.
Kompromi memang bukan berarti kalah, tapi menggadaikan idealisme, lebih parah dari sebuah arti kekalahan. Kompromi juga tidak berarti mati, tetapi hilangnya idealisme, tidak ada bedanya dengan matinya perasaan, pikiran dan hati.
Berbahagialah kalian yang belum berkompromi, kalian semua yang masih terbang bebas...
KALAHKAH AKU?

Wednesday, June 21, 2006

Kematian&Birokrasi...

Birokrasi dan birokrat...Ah kata-kata itu membuat pekak telinga...Mungkin bukan takdir jika birokrasi dan birokrat menjadi begitu hebat...Mungkin juga bukan suratan kenyataan, kalau birokrasi dan birokrat terasa menjijikan...
Tapi apa jadinya jika birokrasi tetap dan kuat serta menijikan. Bahkan, jutaan orang berlomba-lomba masuk dalam kubangan lumpur hitam ini... Buktinya, banyak juga yang berlomba-lomba menjadi birokrat yang masuk dalam jajaran birokrasi yang panjang dan melelahkan...
Matilah engkau birokrasi yang menjijikan. Ya, menjijikan...Sistem ini telah membuat orang mati perasaannya, mati kekritisannya, mati pula perkembangannya sebagai manusia. Mati juga hati nuraninya...Tidak ada yang mati dalam birokrasi selain rasa cari jabatan aman, kekuasaan aman dan tak tergoyahkan...

Tuesday, June 20, 2006

Matilah Engkau Kebenaran

Aku ingin berkata-kata banyak, tapi tidak untuk detik ini. Aku ingin misuh pada semua orang, tapi tidak bisa. Aku ingin marah, tapi tak tahu marah pada siapa. Aku ingin ada kebenaran, tapi juga tak ku temukan. Kebenaran, sudah matikah engkau???

Thursday, June 15, 2006

Anak, Merapi dan Gempa










Ketika Merapi mengancam, ketika ribuan orang mengungsi, ketika segalanya terbatas di pengungsian, ketika keadaa semakin mencekam, tapi semangat itu tidak pernah mati...Semangat yang tidak redup apapun kondisinya, siswa SD di sekitar lereng Merapi di Kemalang Klaten menjadi obor pencipta semangat menatap masa depan... Dan ketika...
Gempa...ach, gempa hampir saja meluluhkan semua impian mereka...Tapi mereka bangkit dengan segala prasarana yang ada. Anak-anak di Wedi dan Gantiwarno, anak masa depan bangsa akan segera gantikan mereka yang tua...Gempa, bukan lagi halangan untuk tetap sekolah...Tak adalagi air mata, yang ada adalah tatapan menyongsong hari esok...

Wednesday, June 14, 2006

Tragedi Kemanusiaan...

Apa yang bisa dihasilkan di negara ini kalau bukan TRAGEDI KEMANUSIAAN...Bukan soal bencana, bukan pula soal alam yang marah, bukan pula rakusnya manusia mengembat hutan-hutan yang mengakibatkan bencana.
Tapi kebijakan menciptakan tragedi kemanusiaan. Kebijakan yang menjadikan rakyat menderita di atas bencana, kebijakan yang menjadikan rakyat saling bermusuhan, kebijakan yang menghadirkan sebuah tragedi...
Mungkin, pemerintah negara ini yang paling ahli soal menciptakan tragedi kemanusian di atas penderitaan rakyat. Eit, jangan bicara dulu soal bantuan gempa, mari kita flashback bersama...
Pembagian Subsidi Langsung Tunai (SLT) adalah prestasi pertama pemerintah melahirkan tragedi kemanusiaan. Ya, kekisruhan, antrean, orang pingsan, potongan di RT/RW karena tidak merata, bahkan kematian menyelimuti pembagian SLT di negeri ini. Tragedi untuk uang 300 ribu terjadi dimana-mana...
Sekarang, bibit2 tragedi kemanusiaan kembagi diciptakan pemerintah. Ya, bantuan bagi korban gempa untuk uang lauk pauk, pakaian, alat dapur dan renovasi rumah. Cash, bantuan itu diberikan. Data korban, darurat. Aparat, masih kebingungan. Masyarakat, menanti. Hasilnya, kekisruhan.
Ini baru bibit tragedi, tapi ribuan orang sudah terlupakan, salah sasaran bermunculan, lambatnya bantuan hal yang biasa dan bibit permusuhan diantara korban menjamur dimana-mana...
Hentikan segera bibit tragedi ini, akhiri semuanya...Jangan ciptakan sebuah tragedi kemanusiaan yang menguras air mata lagi...Jangan! Atau tragedi kemanusiaan ini sengaja diciptakan...

Biarkan Mereka Kelaparan!!!

Ya, biarkan saja mereka para pengungsi korban gempa bumi Jogja&Jateng kelaparan. Biarkan saja, mereka sibuk mencari bahan makanan. Biarkan saja mereka merasakan lilitan perut semakin mendesak. Biarkan saja mereka dan cacing dalam usus mereka mengerang keras! Dan biarkan saja mereka terancam bahaya busung lapar...
Asalkan, jabatan aman, kursi empuk masih dalam genggaman, perhiasan masih melingkar di jari, leher dan tangan dan pastinya atasan tidak koar-koar menyemburkan kemarahan. Itukah, filosifi birokrat dinegara ini...Di saat rakyat berkata lirih (karena tidak lagi kuat berteriak) Kami Lapar, Kami butuh makanan, Kami, Anak Kami, Isteri Kami, Adik Kami, Tetangga Kami, Saudara Kami belum makan...birokrat yang sedikit dan terus bertubuh tambun berkata-kata indah dihadapan wartawan dan media, stok beras aman, tidak ada kelaparan, semua bantuan merata, pasokan banyak...
Rakyat harus melintasi sekat-sekat geografis, batas-batas wilayah daerah untuk mencari yang namanya beras...Lain desa, lain kecamatan, lain kebupaten, lain provinsi terus mereka lintasi demi anak kami, isteri kami, adik kami, tetangga kami dan saudara kami. Akhirnya meledak juga, wartawan dan media tahu juga, Stok beras korban gempa habis...
Ah, media terlalu membesar-besarkan, ah media cari sensasi saja, ah media kerjanya selalu seperti itu dan ah2 lainnya... Itu masih meluncur dari mulut kalian para birokrat yang terhormat...Stok beras masih aman, tidak benar ada yang kekurangan beras, itu juga yang masih kalian ucapkan...
Ledakan susulanpun terjadi...Wartawan, pemberitaan anda tidak benar, orang yang mencari beras di luar daerah itu hanya cari untung saja...Birokrat pun berkata, kalau ada berita seperti ini, saya dikira tidak kerja, ada penyalahgunaan di tempat saya padahal saya punya atasan dan saya bisa kena marah jika ada masalah seperti itu...
Belang kalian, para birokrat akhirnya terbongkar juga.Pangkat, jabatan dan kekuasaan yang utama. rakyat adalah urusan berikutnya. Dan yang paling utama, bos senang dan promosi jabatan pun bukan halangan...
Seperti itukah semua birokrat di negara ini?TIDAK, masih ada birokrat yang berkoar2 meneriakan kepentingan rakyat walaupun jabatan taruhannya...Semoga

Saturday, June 10, 2006

Wisata Bencana Euy...

Satu truk barang bantuan berada di paling belakang iring-iringan mobil mewah yang jumlahnya lebih dari 10 buah. Tak tanggung2, rombongan ini dikawal polisi sebagai forider...
Perlahan, tapi pasti, Rombongan Wakil Rakyat memasuki pelataran kantor Kecamatan Gantiwarno yang hancur karena gempa, Jumat lalu.Tak ada sambutan meriah, tak ada jamuan istimewa, apalagi red karpet. Hanya, puluhan orangnecis dan beberapa ajudannya disambut kepulan debu yang berterbangan siang itu...
Ya, wakil rakyat yang terhormat ini, memang sengaja datang ke kecamatan ini untuk melihat langsung kondisi daerah terparah di Klaten. Tak tanggung2, mereka rela memotong waktu liburan mereka di Bali dan pindah ke Gantiwarno. Ya, mereka baru saja berwisata di Bali...
Dengan tulus ihlas, mereka rela meluangkan waktu yang begitu padatnya sebuah acara wisata dan memindahkan jadwal wisata ke sebuah tempa twisata yang selama ini belum pernah mereka tonton...
Pak Camat yang terhormat...memberikan sambutan, bukan kata-kata yang indah, bukan sebuah jilatan yang mantap dan bukan sebuah cerita yang meninabobokan, tapi sebuah ceritayang dahsyat..."Banyak yang telah berkunjung ke kami, dari presiden, jenderal, menteri dan pejabat pusat. Tapi kami bukan tontonan, kami tidak perlu dikasihani,kami bukan pengemis! Jika memang ingin membantu silahkan membantu, jika tidak ya sudah..Hanya ya dan tidak, kami sudah dibawah titik nadir, tapi kami tetap mampu berdiri," kataPak Camat yang haibat tanpa tedeng aling-aling.
Wisata Bencana, akh itu sudah biasa terdengarditelinga kita..Tak hanya wakil rakyat, orang2pun berbondong2 ke lokasi wisata dan memang mereka menyalurkan bantuan. Tapi sempat2nya juga mereka tertawa saat itu, sempat2nya juga mereka menggunakan pakaian terbarunya padahal pakaian korban sudah habis, sempat2nya juga mereka berfoto2 ria di atas puing2 bangunan! malahan, setelah menyalurkan bantuan, mereka dengan lahap makan di restoran kelas wahid dan lupa dengan apa yang baru saja mereka lihat..
Tak ada yang salah dengan wisata bencana, toh semua orang ingin memberikan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan tetap ingin menikmati yang dimilikinya. Toh, bantuan tetap dan sudah diberikan dan didokumentasikan dalam handycam dan foto. Toh, hati ini sudah tergerak untuk membantu dan SEDIKIT meresapi penderitaan orang lain...
saya memang bukan korban gempa, Terima kasih atas bantuan kepada saudara2 kita,tapi ingat mereka butuh bantuan tapi mereka bukan mengemis, mereka patut diperhatikan tapi jangan anggap mereka orang rendahan...
Selamat Berwisata, salurkan apa yang dimiliki dan nikmati apa yang dimiliki sebelum hilang...
NB. This ini true story...
NB lagi..Pak Camat Sugeng, salut dan salamhormat saya! Gantiwarno masih mampu berdiri Pak!